Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif, memahami perilaku konsumen bukan lagi sebuah pilihan, melainkan kebutuhan mutlak.
Mengapa seseorang memilih produk A daripada produk B? Apa yang memengaruhi keputusan pembelian mereka? Semua pertanyaan ini bermuara pada satu konsep penting: perilaku konsumen.
Ingin tahu lebih lanjut terkait apa sebenarnya perilaku konsumen, apa saja modelnya, dan bagaimana tips menganalisisnya? Simak selengkapnya dalam artikel berikut.
Apa Itu Perilaku Konsumen
Secara umum, perilaku konsumen bukan hanya tentang tindakan pembelian itu sendiri, melainkan juga proses sebelum dan sesudah pembelian.
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam, mari kita simak beberapa definisi dari para ahli yang disebutkan dalam buku “Consumer Behavior: Essence, Position, & Strategy.”
Menurut Kotler, perilaku konsumen (consumer behavior) adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, atau organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan membuang ide, barang, dan layanan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
Definisi ini menyoroti bahwa perilaku konsumen meliputi seluruh siklus interaksi konsumen dengan produk atau layanan, mulai dari proses pencarian informasi hingga bagaimana mereka membuang produk tersebut.
Senada dengan itu, Engel, Blackwell, dan Miniard mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang secara langsung terlibat dalam memperoleh, mengonsumsi, dan membuang produk dan layanan, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Definisi ini menegaskan bahwa perilaku konsumen adalah serangkaian tindakan yang saling berkaitan, tidak hanya terbatas pada momen pembelian.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah bidang studi yang kompleks dan multidisiplin.
Ini mencakup tidak hanya apa yang dibeli konsumen, tetapi juga mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, di mana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakan produk tersebut.
Memahami aspek-aspek ini memungkinkan para pemasar untuk merancang strategi yang lebih efektif dan relevan dengan target audiens mereka.
Tipe-Tipe Perilaku Konsumen

Setelah memahami definisi dan konsep terkait perilaku konsumen, penting juga untuk memahami alasan di balik keputusan konsumen membeli barang atau jasa.
Hal ini dapat membantu kita menyadari bahwa tidak semua keputusan pembelian dibuat dengan cara yang sama.
Perilaku konsumen dapat bervariasi tergantung pada tingkat keterlibatan konsumen dan perbedaan antara merek yang tersedia.
Berdasarkan kompleksitas keputusan dan tingkat risiko yang dirasakan, ada beberapa tipe perilaku konsumen yang umum diamati. Mari kita telaah empat tipe utama:
1. Perilaku Pembelian Kompleks (Complex Buying Behavior)
Perilaku pembelian kompleks terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam proses pembelian dan menyadari adanya perbedaan signifikan antara merek-merek yang ada.
Melansir dari Clootrack, keputusan ini seringkali melibatkan produk yang mahal, jarang dibeli, berisiko tinggi, atau sangat ekspresif secara pribadi (misalnya, menunjukkan status atau identitas).
Konsumen akan melakukan riset mendalam sebelum membuat keputusan, membandingkan fitur, ulasan, dan spesifikasi produk dari berbagai merek.
Dalam situasi ini, kamu tidak akan asal membeli. Kamu akan menghabiskan waktu untuk mengumpulkan informasi, membandingkan alternatif, dan mempertimbangkan dengan cermat setiap aspek. Proses ini seringkali melibatkan pembelajaran tentang kategori produk itu sendiri.
Contoh:
- Pembelian rumah: Ini adalah salah satu contoh paling klasik. Kamu akan mempertimbangkan lokasi, ukuran, harga, kondisi bangunan, fasilitas, dan berbagai aspek lainnya. Kamu mungkin akan mengunjungi banyak properti, berkonsultasi dengan agen properti, dan mempertimbangkan keuangan secara matang.
- Pembelian mobil baru: Kamu akan membandingkan model, fitur keselamatan, konsumsi bahan bakar, reputasi merek, harga, dan mungkin juga melakukan test drive beberapa kali.
- Memilih universitas atau program studi: Ini adalah investasi besar dalam masa depan sehingga kamu akan meneliti kurikulum, reputasi, biaya, lokasi, dan prospek karir setelah lulus.
2. Perilaku Pembelian Pengurang Ketidaksesuaian (Dissonance-Reducing Buying Behavior)
Tipe ini muncul ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian, tetapi tidak melihat banyak perbedaan signifikan antara merek-merek yang ada.
Setelah membeli, konsumen mungkin mengalami disonansi kognitif, yaitu rasa tidak nyaman atau penyesalan karena meragukan pilihan yang telah dibuat. Mereka mungkin akan mencari pembenaran atau informasi yang mendukung keputusan mereka setelah pembelian.
Misalnya, kamu memilih antara dua merek televisi dengan spesifikasi yang hampir identik. Setelah membeli, kamu mungkin merasa sedikit cemas dan mencari ulasan positif tentang merek yang kamu pilih untuk meyakinkan diri bahwa keputusanmu sudah tepat.
Contoh:
- Pembelian laptop dengan spesifikasi serupa: Kamu mungkin memilih laptop dari merek A daripada merek B karena sedikit diskon atau rekomendasi teman, padahal spesifikasinya hampir sama. Setelah pembelian, kamu mungkin membaca ulasan positif tentang merek A untuk merasa lebih yakin dengan keputusanmu.
- Membeli perabot rumah tangga besar (misalnya, kulkas atau mesin cuci) dari merek terkenal: Kamu tahu semua merek besar menawarkan kualitas yang bagus. Kamu mungkin memilih satu karena promosi atau ketersediaan, lalu setelah pembelian, kamu cenderung mencari bukti bahwa kamu membuat pilihan yang benar.
- Memilih penyedia layanan internet: Banyak penyedia menawarkan kecepatan dan paket harga yang mirip. Kamu mungkin memilih satu berdasarkan harga atau reputasi, dan kemudian merasa perlu mencari tahu bahwa penyedia tersebut memang yang terbaik.
3. Perilaku Pembelian Kebiasaan (Habitual Buying Behavior)
Perilaku ini terjadi ketika konsumen memiliki keterlibatan yang rendah dalam proses pembelian dan tidak ada perbedaan signifikan yang dirasakan antara merek-merek yang tersedia.
Mengutip dari Maryville University, pembelian dilakukan berdasarkan kebiasaan atau rutinitas, bukan karena loyalitas merek yang kuat atau proses pengambilan keputusan yang mendalam.
Konsumen membeli produk yang sama berulang kali karena kenyamanan atau karena sudah terbiasa. Sederhananya, kamu tidak banyak berpikir saat membeli produk ini.
Kamu mungkin mengambil merek yang sama setiap kali karena itu yang biasa kamu pakai, bukan karena kamu sangat menyukainya atau menganggapnya jauh lebih baik dari yang lain. Ini adalah pembelian yang didorong oleh pengenalan merek dan ketersediaan.
Contoh:
- Pembelian garam dapur, sabun mandi, atau deterjen: Kamu biasanya mengambil merek yang sama di supermarket tanpa membandingkan dengan merek lain.
- Membeli merek roti tawar yang selalu kamu beli: Kamu mungkin tidak terlalu memikirkan rasa atau kualitasnya, hanya saja itu yang selalu kamu ambil.
- Menggunakan merek pasta gigi yang sama selama bertahun-tahun: Kamu sudah terbiasa dengan rasanya dan tidak melihat perlunya beralih.
4. Perilaku Pembelian Mencari Variasi (Variety-Seeking Buying Behavior)
Tipe ini ditandai dengan keterlibatan konsumen yang rendah dalam pembelian, namun ada perbedaan merek yang signifikan.
Konsumen cenderung beralih merek secara teratur bukan karena ketidakpuasan dengan produk sebelumnya, tetapi karena keinginan untuk mencari pengalaman baru atau sekadar mencoba variasi. Mereka mungkin bosan dengan merek yang sama dan ingin bereksperimen.
Kamu suka mencoba hal-hal baru, terutama untuk produk yang tidak terlalu berisiko jika kamu tidak suka. Kamu mungkin membeli merek snack yang berbeda setiap kali berbelanja atau mencoba rasa kopi yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mencari sesuatu yang segar atau berbeda.
Contoh:
- Membeli snack atau biskuit: Kamu mungkin mencoba berbagai merek atau rasa setiap kali berbelanja, bukan karena merek sebelumnya buruk, tetapi karena ingin mencoba yang baru.
- Membeli merek sereal sarapan: Kamu mungkin beralih antara beberapa merek yang berbeda dari waktu ke waktu untuk menghindari kebosanan.
- Memilih merek teh atau kopi instan: Kamu bisa saja mencoba berbagai varian rasa atau merek untuk menemukan sensasi yang berbeda.
Manfaat Studi Perilaku Konsumen
Memahami perilaku konsumen membawa berbagai manfaat strategis bagi perusahaan, baik yang baru merintis maupun yang telah mapan.
Pertama, studi ini membantumu merancang strategi pemasaran yang tepat sasaran karena kamu bisa memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan lebih akurat.
Kedua, dengan mengetahui pola belanja dan preferensi konsumen, kamu bisa mengembangkan produk atau layanan yang lebih relevan dan diminati pasar.
Ketiga, studi ini juga dapat meningkatkan loyalitas pelanggan karena perusahaan mampu memberikan pengalaman yang sesuai harapan mereka.
Selain itu, pemahaman ini bisa menjadi dasar dalam menyusun komunikasi pemasaran yang persuasif dan efisien. Tidak hanya itu, perilaku konsumen juga dapat digunakan untuk memetakan tren pasar di masa depan.
Dengan begitu, kamu akan lebih siap dalam menghadapi perubahan perilaku dan dinamika pasar yang terus berkembang.
Lantas, apa saja yang akan didapatkan dari perilaku konsumen? Temukan jawabannya berikut ini.
Informasi yang Didapatkan dari Perilaku Konsumen
Melalui studi perilaku konsumen, kamu bisa memperoleh berbagai informasi penting yang dapat menjadi dasar dalam pengambilan keputusan bisnis. Informasi tersebut mencakup:
- Siapa target konsumenmu
Misalnya, brand pakaian kasual menemukan bahwa mayoritas pembelinya adalah mahasiswa berusia 18–25 tahun. Informasi ini membantu mereka menentukan gaya desain, harga, dan strategi promosi yang cocok. - Apa yang mereka butuhkan dan inginkan
Contohnya, pelanggan produk skincare mungkin mencari bahan-bahan alami dan bebas paraben. Dengan memahami ini, kamu bisa menyesuaikan formulasi produk. - Bagaimana mereka membuat keputusan pembelian
Sebuah toko elektronik online bisa mengetahui bahwa banyak konsumennya membandingkan harga di beberapa situs sebelum membeli. Maka, memberikan garansi harga termurah bisa menjadi strategi efektif. - Media atau saluran komunikasi yang mereka gunakan
Contoh: Data menunjukkan bahwa audiens target lebih aktif di Instagram dibandingkan Facebook. Maka, kampanye pemasaran bisa difokuskan di Instagram. - Waktu pembelian yang paling efektif
Misalnya, penjual makanan beku mendapati lonjakan pembelian setiap akhir pekan. Maka, promosi bisa difokuskan pada hari Jumat–Sabtu. - Persepsi mereka terhadap merek
Jika konsumen menganggap merekmu “mahal tapi berkualitas,” kamu bisa menekankan aspek premium dalam promosi daripada sekadar menawarkan diskon.
Dengan mengolah informasi ini, kamu tidak hanya bisa menjual lebih banyak, tetapi juga membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen melalui strategi yang lebih personal dan relevan.
Baca Juga: Apa Itu Customer Intimacy? Ini Contoh dan Cara Meningkatkannya!
Faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen

Setelah memahami berbagai informasi yang bisa kamu dapatkan dari studi perilaku konsumen, kini saatnya kamu mengenal lebih dalam tentang apa saja yang memengaruhi cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak saat membeli suatu produk atau jasa.
Memahami faktor-faktor ini sangat penting agar kamu bisa menyesuaikan strategi bisnismu dengan lebih tepat sasaran. Dengan begitu, pendekatan pemasaran yang kamu lakukan tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga relevan dan mampu mendorong keputusan pembelian.
Berikut adalah faktor-faktor utama yang membentuk perilaku konsumen:
1. Faktor Psikologis
Faktor ini, meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran, dan sikap terhadap suatu produk atau merek. Contohnya, konsumen mungkin lebih tertarik pada produk yang diasosiasikan dengan gaya hidup sehat.
2. Faktor Sosial
Pengaruh dari keluarga, kelompok referensi, dan status sosial. Misalnya, keputusan pembelian bisa dipengaruhi oleh rekomendasi teman atau tren di media sosial.
3. Faktor Pribadi
Faktor ini, mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan, gaya hidup, dan situasi keuangan konsumen. Konsumen remaja tentu memiliki preferensi yang berbeda dengan konsumen usia dewasa.
4. Faktor Budaya
Nilai-nilai, kepercayaan, dan norma budaya di masyarakat tempat konsumen tinggal. Budaya memengaruhi cara seseorang memandang suatu produk.
5. Faktor Situasional
Keadaan sesaat yang dapat memengaruhi keputusan pembelian, seperti suasana toko, waktu, atau ketersediaan produk.
Untuk lebih memahami perilaku konsumen, berikut beberapa model yang bisa kamu jadikan referensi dalam menganalisis konsumenmu.
Model Perilaku Konsumen
Meskipun perilaku konsumen adalah fenomena yang kompleks, para ahli telah mengembangkan berbagai model untuk membantu kita memahami proses di baliknya.
Model-model ini memberikan kerangka kerja untuk menganalisis dan memprediksi bagaimana konsumen berinteraksi dengan produk, layanan, dan pesan pemasaran.
Berikut adalah 6 model yang sangat relevan dengan perilaku konsumen saat ini, beberapa di antaranya dikutip dari Hubspot:
1. Model Kotak Hitam (Black Box Model)
Model ini adalah salah satu yang paling mendasar namun tetap relevan.
Fokusnya adalah pada stimulus (masukan) yang masuk ke dalam kotak hitam dan respons (keluaran) yang dihasilkan. Kamu sebagai pemasar akan mengamati bagaimana berbagai rangsangan pemasaran (iklan, harga, fitur produk) dan rangsangan lingkungan (ekonomi, teknologi, budaya) memengaruhi keputusan pembelian konsumen.
Contoh:
Sebuah perusahaan smartphone meluncurkan kampanye iklan baru dengan menyoroti fitur kamera canggih (stimulus). Jika penjualan meningkat signifikan setelah kampanye, perusahaan tersebut dapat menyimpulkan bahwa fitur kamera adalah pendorong pembelian yang kuat bagi konsumen mereka (respons).
2. Model Engel-Kollat-Blackwell (EKB)
Model EKB adalah kerangka kerja yang lebih rinci yang menggambarkan proses pengambilan keputusan konsumen melalui lima tahapan utama: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian.
Model ini mengakui bahwa ada faktor internal (pengalaman, sikap, kepribadian) dan eksternal (budaya, kelas sosial, kelompok referensi) yang memengaruhi setiap tahapan.Model ini sangat membantu kamu dalam memetakan perjalanan konsumen secara lengkap.
Contoh:
- Pengenalan Masalah: Kamu menyadari laptop lamamu mulai lambat dan tidak efisien.
- Pencarian Informasi: Kamu mulai mencari ulasan online, bertanya kepada teman, dan mengunjungi toko elektronik untuk mencari laptop baru.
- Evaluasi Alternatif: Kamu membandingkan spesifikasi, harga, dan merek dari beberapa laptop yang berbeda.
- Keputusan Pembelian: Kamu memutuskan untuk membeli laptop merek X karena fitur dan harganya paling sesuai.
- Perilaku Pasca Pembelian: Setelah membeli, kamu mengevaluasi apakah laptop tersebut memenuhi harapanmu. Jika ya, kamu mungkin akan merekomendasikannya kepada orang lain.
3. Model Howard-Sheth
Model Howard-Sheth adalah salah satu model yang lebih komprehensif, berfokus pada proses belajar konsumen dan bagaimana mereka mengembangkan loyalitas merek seiring waktu.
Model ini mengidentifikasi empat komponen utama: input (stimulus pemasaran dan lingkungan), konstruk hipotetis (persepsi, pembelajaran, sikap), output (perhatian, pemahaman, niat beli, loyalitas), dan variabel eksternal (pentingnya pembelian, tekanan waktu, kepribadian).
Contoh:
Saat kamu pertama kali ingin membeli kamera DSLR, kamu mungkin melakukan riset ekstensif (fase ekstensif problem solving). Seiring waktu, kamu menjadi terbiasa dengan merek tertentu dan fitur-fiturnya. Ketika kamu ingin membeli lensa baru, kamu cenderung memilih merek yang sama atau merek yang kompatibel dan sudah kamu kenal (fase routinized response behavior) karena pengalaman positif sebelumnya.
4. Model Nicosia
Model Nicosia berfokus pada interaksi antara perusahaan dan konsumen, terutama bagaimana pesan iklan perusahaan memengaruhi perilaku konsumen. Model ini membagi proses menjadi empat "bidang" (fields) utama: atribut pesan dari perusahaan, pencarian dan evaluasi konsumen, tindakan pembelian, dan umpan balik pasca pembelian.
Contoh:
Sebuah perusahaan kopi meluncurkan iklan yang menampilkan kenikmatan dan aroma kopi mereka (Bidang 1). Setelah melihat iklan, kamu tertarik dan mulai mencari tahu lebih banyak tentang merek kopi tersebut (Bidang 2). Jika kamu memutuskan untuk membeli dan menikmati kopi tersebut (Bidang 3), pengalamanmu akan membentuk umpan balik yang dapat memengaruhi pembelian di masa depan atau rekomendasi kepada orang lain (Bidang 4).
5. Model AIDA
Meskipun lebih tradisional, model AIDA (Attention, Interest, Desire, Action) tetap menjadi dasar yang kuat dalam pemasaran dan penjualan. Model ini menjelaskan tahapan kognitif yang dilalui konsumen dari kontak pertama dengan produk hingga keputusan pembelian.
Model ini sangat praktis untuk kamu dalam merancang kampanye pemasaran. Kamu perlu menarik perhatian, membangun minat, menciptakan keinginan, dan akhirnya mendorong tindakan.
Contoh:
- Attention (Perhatian): Kamu melihat iklan yang menarik di media sosial tentang diskon besar untuk sepatu lari.
- Interest (Minat): Kamu mengklik iklan tersebut dan membaca ulasan serta fitur-fitur sepatu lari itu.
- Desire (Keinginan): Kamu membayangkan diri berlari dengan sepatu itu dan merasakan manfaatnya. Kamu mulai merasa sangat ingin memilikinya.
- Action (Tindakan): Kamu menambahkan sepatu ke keranjang belanja dan menyelesaikan pembelian.
6. Model Perilaku Fogg (Fogg Behavior Model - FBM)
Model ini dikembangkan oleh B.J. Fogg dan sangat relevan di era digital, terutama untuk desain produk dan pengalaman pengguna.
Model FBM menyatakan bahwa suatu perilaku akan terjadi ketika tiga elemen bertemu pada saat yang bersamaan: Motivasi (Motivation), Kemampuan (Ability), dan Pemicu (Prompt).
Contoh:
Sebuah aplikasi kebugaran (Pemicu) ingin kamu berolahraga setiap hari. Agar kamu melakukan itu, kamu harus memiliki motivasi (misalnya, ingin sehat), dan kemampuan (misalnya, waktu luang, tidak ada cedera). Jika motivasi tinggi dan kemampuan mudah (misalnya, latihan singkat yang bisa dilakukan di rumah), pemicu sederhana seperti notifikasi harian dari aplikasi bisa sangat efektif.
Contoh Nyata Memahami Tipe Tipe Perilaku konsumen di Dunia Kerja

Dalam dunia kerja, khususnya di bidang pemasaran, penjualan, dan layanan pelanggan, pemahaman terhadap tipe perilaku konsumen bisa menjadi senjata rahasia yang membuat bisnismu lebih unggul. Berikut beberapa contoh nyata bagaimana pemahaman ini diterapkan:
1. Sales Executive di Perusahaan Teknologi
Seorang sales executive yang memahami bahwa klien korporat termasuk tipe kompleks, akan menyediakan presentasi mendalam, demo produk, dan perbandingan fitur dengan kompetitor. Ia tahu klien butuh waktu dan data untuk membuat keputusan.
Pendekatan ini berbeda saat menghadapi UMKM yang lebih impulsif dan mencari solusi cepat sehingga penawaran dibuat lebih ringkas dan langsung ke manfaat utama.
2. Tim Marketing di E-Commerce
Tim marketing yang jeli bisa membedakan konsumen yang suka melakukan pembelian berulang (habitual buyer) dan yang sering bereksperimen dengan merek baru (variety seeker).
Untuk habitual buyer, mereka menawarkan program loyalitas. Sementara untuk variety seeker, mereka merancang kampanye “produk terbaru setiap minggu” agar tetap menarik minat mereka.
3. Customer Service di Industri Perbankan
CS yang menghadapi nasabah dengan gaya konservatif dan berhati-hati (prudent buyer) akan cenderung menjelaskan fitur produk dengan lebih detail, tanpa terlalu mendorong untuk langsung mengambil keputusan.
Sebaliknya, jika pelanggan adalah eksekutif muda yang suka kecepatan, CS akan menawarkan fitur-fitur digital banking yang cepat dan efisien.
Tips Menganalisis Tipe-Tipe Konsumen di Tempat Kerja
Agar kamu bisa menganalisis tipe-tipe perilaku konsumen secara efektif di tempat kerja, berikut beberapa tips praktikal yang bisa langsung diterapkan:
1. Gunakan Data Historis dan Pola Pembelian
Amati data penjualan atau interaksi sebelumnya. Apakah pelanggan sering membeli ulang? Apakah mereka sensitif harga atau lebih tertarik pada kualitas? Gunakan CRM (Customer Relationship Management) untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan perilaku.
2. Lakukan Observasi Langsung
Jika kamu berada di lapangan, perhatikan bahasa tubuh, cara mereka bertanya, dan seberapa cepat mereka mengambil keputusan. Hal ini bisa membantumu mengidentifikasi apakah mereka termasuk pembeli rasional, emosional, atau impulsif.
3. Kirim Survei atau Polling Singkat
Kirimkan pertanyaan sederhana seperti “Apa yang membuat kamu memutuskan membeli produk kami?” atau “Apa yang paling penting bagimu saat memilih layanan X?” Jawaban ini bisa menjadi dasar segmentasi perilaku.
4. Gunakan Social Listening Tools
Jika kamu bekerja di digital marketing, gunakan tools, seperti Google Trends, Brand24, atau Mention untuk mengetahui apa yang konsumen katakan tentang produk atau industri kamu. Ini bisa membantumu mengidentifikasi tren serta ekspektasi mereka.
5. Segmentasikan berdasarkan Tipe Perilaku Konsumen
Buat kategori pelanggan berdasarkan proses pengambilan keputusan mereka:
- Kompleks: Butuh banyak informasi, biasanya untuk pembelian besar
- Impulsif: Membeli karena dorongan emosional
- Kebiasaan: Pembelian berulang tanpa banyak pertimbangan
- Pencari variasi: Suka mencoba produk baru meski tidak ada masalah dengan produk lama
6. Lakukan Simulasi atau Role Play dengan Tim
Melatih tim penjualan dan layanan pelanggan untuk mengenali tipe-tipe perilaku konsumen melalui simulasi bisa meningkatkan ketajaman mereka dalam membaca situasi di lapangan.
Baca Juga: Apa Itu Customer Value Proposition dan 8 Elemen Pentingnya!
Memahami perilaku konsumen bukan hanya penting bagi pelaku bisnis, tetapi juga sangat relevan bagi kamu yang sedang atau akan terjun ke dunia kerja. Pengetahuan ini dapat menjadi nilai tambah saat kamu melamar pekerjaan, terutama di bidang pemasaran, penjualan, layanan pelanggan, dan analisis data.
Dengan memahami bagaimana konsumen berpikir dan bertindak, kamu bisa menjadi
Kalau kamu sedang mencari pekerjaan yang sesuai minat dan keahlian, Dealls bisa jadi langkah awal terbaikmu. Di sana, kamu bisa menemukan berbagai lowongan dari startup hingga perusahaan besar, lengkap dengan informasi yang jelas dan proses seleksi yang transparan.
Cari kerja yang #LebihPasti bersama Dealls. Dapatkan akses ke ribuan lowongan berkualitas, tips karir, dan peluang berkembang — semuanya dalam satu platform yang cepat, terpercaya, dan ramah untuk talenta muda Indonesia.
Jangan hanya menunggu kesempatan, ciptakan peluangmu sendiri bersama Dealls. Waktunya kerja yang lebih pasti!
Sumber:
Consumer Behavior: Essence, Position, & Strategy
10 Consumer Behavior Models (& Which One Applies to Your Business)
Understanding The 4 Different Types of Consumer Behaviour
What Is Consumer Behavior? Mastering the Art of Influencing the Masses