Kode etik advokat adalah pedoman penting yang memastikan setiap advokat menjalankan profesinya dengan integritas, tanggung jawab, dan menghormati hak klien.
Aturan ini dibuat untuk menjaga profesionalisme sekaligus melindungi proses penegakan hukum agar tetap berjalan adil dan transparan.
Dengan memahami aturannya, kamu bisa menilai kualitas dan etika kerja seorang advokat dengan lebih objektif.
Baca artikel ini sampai selesai untuk mengetahui aturan lengkap dan poin penting yang wajib dipahami.
Mengenal Profesi Advokat

Advokat adalah individu yang memiliki lisensi untuk memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Mereka adalah penegak hukum yang posisinya setara dengan instansi penegak hukum lainnya, seperti Hakim dan Jaksa.
Secara etimologi, kata "Advokat" berakar dari bahasa Latin advocatus yang berarti "yang membantu seseorang dalam perkara".
Definisi ini diperkuat oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), Pasal 1 ayat (1), yang secara lugas mendefinisikan Advokat sebagai orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
Peran Advokat sangat krusial dalam sistem peradilan. Mereka bertanggung jawab untuk:
- Memberikan konsultasi hukum.
- Membela kepentingan klien di persidangan.
- Mewakili klien dalam berbagai urusan hukum lainnya.
Apa Itu Kode Etik Advokat?
Kode etik advokat adalah pedoman tertinggi bagi advokat dalam menjalankan profesi merekai yang berfungsi menjamin dan melindungi kehormatan serta martabat profesi.
Setiap advokat wajib setia dan menjunjung tinggi Kode etik dan sumpah profesi yang telah mereka ikrarkan.
Pengawasannya dilakukan oleh Dewan Kehormatan, yang keberadaannya wajib diakui oleh setiap Advokat, terlepas dari organisasi profesi tempat mereka bergabung.
Sejarah Kode Etik Advokat
Sejarah kode etik advokat modern di Indonesia merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah organisasi advokat.
Keinginan untuk memiliki payung hukum yang melindungi hak dan kewajiban Advokat sebenarnya sudah ada sejak masa kolonial, di mana Advokat tergabung dalam Balie van Advocaten.
Berdasarkan Undang-Undang Advokat dan arsip sejarah organisasi profesi advokat di Indonesia, tonggak sejarah kode etik advokat yang perlu kamu ketahui di antaranya:
- 1963: Berdirinya Persatuan Advokat Indonesia (PAI), disusul dengan Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) pada 1964.
- 1985: Pembentukan wadah tunggal Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), yang merupakan upaya awal menciptakan Bar Nasional yang Mandiri.
- 2002: Tujuh organisasi Advokat (termasuk Ikadin, AAI, IPHI) membentuk Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) sebagai langkah menuju unifikasi profesi.
- 2003: Diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Ini adalah payung hukum yang sudah lama dinantikan dan merupakan tonggak besar yang memastikan Advokat diakui sebagai penegak hukum yang mandiri.
- Organisasi Profesi Advokat (Peradi): Organisasi yang dibentuk berdasarkan UU Advokat dan bertanggung jawab menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) serta ujian, dan menegakkan kode etik advokat Peradi.
Prinsip Dasar Kode Etik Advokat
Walaupun isi kode etik tertuang dalam pasal-pasal, ada beberapa prinsip dasar yang menjadi ruh dari seluruh ketentuan tersebut, yaitu:
1. Kemandirian
Advokat harus bebas dan mandiri dalam menjalankan profesinya. Ia tidak boleh dipengaruhi oleh pihak mana pun, termasuk klien, penguasa, atau tekanan eksternal yang bertentangan dengan hukum dan hati nuraninya.
Kebebasan ini digunakan untuk memperjuangkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia, bukan demi kepentingan pribadi semata.
2. Kejujuran & Integritas
Advokat wajib bertindak jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesi, baik kepada klien, pengadilan, negara, maupun masyarakat, termasuk kepada dirinya sendiri.
Bahkan dalam pembelaan yang sulit sekalipun, advokat tetap harus berpegang pada etika, bukan sekadar mengejar kemenangan perkara atau imbalan materi.
Kejujuran adalah nilai fundamental yang menjamin proses hukum berjalan sebagaimana mestinya.
Salah satu penelitian dari Journal of Legal Ethics (2021) menunjukkan bahwa Advokat dengan integritas tinggi, yang tecermin dari kepatuhan pada kode etik, lebih sukses dalam mencapai penyelesaian yang adil bagi klien mereka.
3. Kerahasiaan
Advokat wajib menjaga kerahasiaan informasi klien, bahkan setelah hubungan profesional berakhir. Prinsip ini sangat penting untuk membangun kepercayaan antara Advokat dan klien.
4. Keterbukaan
Advokat harus terbuka dalam memberikan pendapat dan nasihat hukum, menyampaikan secara jujur mengenai untung rugi serta kemungkinan hasil dari perkara yang ditangani.
Isi Kode Etik Advokat
kode etik advokat diatur dalam Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI), yang merupakan hasil konsensus organisasi-organisasi advokat.
Meskipun terdapat berbagai versi organisasi Advokat (misalnya, kode etik advokat Peradi), isinya secara umum menekankan pada perilaku profesional Advokat dalam berbagai aspek hubungan.
Berikut adalah isi kode etik advokat yang disusun oleh Komite Kerja Advokat Indonesia:
1. Kepribadian Advokat
Dalam Bab Kepribadian Advokat, diatur bahwa advokat Indonesia harus:
- Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersikap satria serta jujur dalam memperjuangkan keadilan.
- Menjunjung tinggi hukum, UUD 1945, kode etik, dan sumpah jabatan.
- Boleh menolak perkara yang bertentangan dengan keahliannya atau hati nuraninya, tetapi tidak boleh menolak klien hanya karena perbedaan agama, suku, jenis kelamin, keyakinan politik, atau status sosial.
- Tidak menjadikan imbalan materi sebagai tujuan utama, melainkan menegakkan hukum, kebenaran, dan keadilan.
- Memelihara solidaritas sesama advokat dan memberi bantuan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam perkara pidana, jika diminta atau ditunjuk organisasi.
- Tidak melakukan pekerjaan lain yang merendahkan kebebasan, derajat, dan martabat advokat.
- Tidak boleh tetap berpraktik sebagai advokat ketika sedang memegang jabatan negara, dan namanya tidak boleh digunakan dalam perkara selama masa jabatan tersebut.
2. Hubungan Advokat dengan Klien
Hubungan dengan klien menjadi salah satu bagian terpenting dalam kode etik. Bagian ini menunjukkan bahwa advokat dituntut profesional, transparan, dan loyal kepada klien, tanpa melanggar batas hukum dan etika.
Beberapa poin utamanya:
- Dalam perkara perdata, advokat wajib mengutamakan penyelesaian secara damai.
- Advokat tidak boleh memberikan keterangan yang menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang ditangani.
- Advokat tidak boleh menjamin kemenangan perkara.
- Dalam menentukan honorarium, advokat harus mempertimbangkan kemampuan klien dan tidak membebani klien dengan biaya yang tidak perlu.
- Perkara pro bono atau cuma-cuma tetap harus ditangani dengan perhatian yang sama seperti perkara berbayar.
- Advokat wajib menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak memiliki dasar hukum.
- Rahasia klien wajib dijaga, bahkan setelah hubungan profesional berakhir.
- Advokat tidak boleh melepaskan tugas pada saat yang merugikan posisi klien atau menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki, kecuali dalam keadaan yang dibenarkan kode etik.
- Jika advokat menangani kepentingan dua pihak lalu timbul konflik kepentingan, ia wajib mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan perkara tersebut.
- Hak retensi diakui sejauh tidak merugikan kepentingan klien secara berlebihan.
3. Hubungan dengan Teman Sejawat dan Advokat Asing
Kode etik juga mengatur bagaimana advokat harus bersikap terhadap sesama advokat dan advokat asing yang berpraktik di Indonesia.
Beberapa poin pentingnya:
- Hubungan antaradvokat harus dilandasi saling menghormati, menghargai, dan mempercayai.
- Dilarang menggunakan kata-kata tidak sopan terhadap teman sejawat, baik lisan maupun tertulis, termasuk di persidangan.
- Keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap melanggar kode etik wajib disalurkan melalui Dewan Kehormatan, bukan lewat media massa.
- Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut klien dari teman sejawat.
- Jika klien ingin mengganti kuasa hukum, advokat baru hanya boleh menerima perkara setelah klien mencabut kuasa terhadap advokat sebelumnya dan diingatkan untuk menyelesaikan kewajibannya.
- Advokat asing yang berpraktik di Indonesia tetap tunduk pada Kode Etik Advokat Indonesia.
Aturan ini menjaga agar persaingan dalam profesi advokat tetap sehat dan bermartabat.
4. Cara Bertindak dalam Menangani Perkara
Cara advokat berperilaku di pengadilan dan dalam korespondensi juga diatur secara rinci. Dengan aturan ini, proses persidangan dan komunikasi antar pihak hukum diharapkan berjalan tertib, fair, dan profesional.
Adapun aturan-aturannya antara lain:
- Surat yang dikirim advokat kepada teman sejawat dapat ditunjukkan kepada hakim, kecuali jika diberi catatan khusus seperti sans prejudice.
- Isi korespondensi atau pembicaraan yang bertujuan untuk perdamaian dan tidak berhasil tidak boleh dijadikan alat bukti di pengadilan.
- Dalam perkara perdata, advokat hanya boleh menghubungi hakim jika bersama advokat pihak lawan. Tembusan surat yang dikirim ke hakim wajib disampaikan kepada advokat lawan.
- Dalam perkara pidana, advokat hanya boleh menghubungi hakim bersama jaksa penuntut umum.
- Advokat dilarang mengajari atau mempengaruhi saksi yang diajukan pihak lawan atau jaksa.
- Jika seseorang sudah menunjuk advokat untuk suatu perkara, komunikasi mengenai perkara tersebut dengan pihak lain harus dilakukan melalui advokatnya.
- Advokat memperoleh imunitas hukum atas pernyataan yang disampaikan dalam sidang sepanjang masih proporsional dan dalam rangka pembelaan.
- Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pihak yang tidak mampu.
- Advokat berkewajiban memberitahukan putusan pengadilan kepada klien tepat waktu.
5. Ketentuan Lain tentang Praktik, Iklan, dan Publikasi
Kode etik juga mengatur hal-hal teknis yang sering dianggap sepele, tetapi berdampak pada citra profesi.
Ketentuan ini menjaga agar advokat tidak terjebak dalam praktik promosi berlebihan atau konflik kepentingan yang merusak kepercayaan publik, misalnya:
- Dilarang memasang iklan berlebihan yang semata-mata untuk menarik perhatian. Papan nama kantor pun tidak boleh berukuran atau berbentuk yang berlebihan.
- Kantor advokat tidak boleh ditempatkan di lokasi yang dapat merugikan kedudukan dan martabat profesi.
- Nama orang yang bukan advokat tidak boleh dicantumkan sebagai advokat di papan nama kantor, dan karyawan nonadvokat tidak boleh memberi nasihat hukum kepada klien.
- Advokat dilarang mencari publisitas melalui media massa mengenai tindakan-tindakannya dalam suatu perkara, kecuali jika keterangan itu diberikan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum.
- Advokat yang pernah menjadi hakim atau panitera di suatu pengadilan tidak boleh menangani perkara di pengadilan tempat ia terakhir bekerja selama tiga tahun setelah berhenti.
Baca Juga: Kenali 10 Jobdesk Legal Staff dan Skill yang Wajib Dikuasai!
Bentuk Pelanggaran Kode Etik Advokat
Apa saja yang dilarang dalam kode etik advokat? Advokat wajib menghindari perilaku yang dapat merusak kepercayaan publik dan martabat profesi.
Pelanggaran kode etik advokat terjadi ketika seorang advokat tidak memenuhi kewajiban atau melakukan larangan yang tertuang dalam Kode Etik.
Apa saja bentuk pelanggaran kode etik advokat? Bentuk-bentuk pelanggaran sering kali terkait dengan hal-hal berikut di bawah ini:
1. Konflik Kepentingan (Conflict of Interest)
Advokat dilarang menangani kasus di mana ia memiliki kepentingan pribadi atau yang berpotensi menimbulkan pertentangan kepentingan antar-klien.
Penelitian yang diterbitkan di Harvard Law Review menggarisbawahi bahwa penanganan konflik kepentingan yang buruk adalah salah satu pemicu utama gugatan malpraktik.
2. Melanggar Kerahasiaan Klien
Membuka rahasia klien kepada pihak yang tidak berkepentingan merupakan pelanggaran serius yang melanggar kode etik advokat.
3. Perilaku Tidak Pantas di Persidangan
Bentuk pelanggaran selanjutnya adalah dengan bersikap tidak sopan, merendahkan pengadilan, atau berperilaku tidak pantas di muka persidangan. Hal ini akan sangat merugikan Advokat, klien, maupun jalannya persidangan.
4. Perbuatan Curang atau Tidak Jujur
Misalnya, memalsukan dokumen, memberikan janji imbalan kepada penegak hukum, atau menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk memenangkan perkara.
5. Diskriminasi
Selain itu, Advokat juga dilarang membeda-bedakan klien berdasarkan ras, agama, politik, atau latar belakang lainnya.
Sanksi atas Pelanggaran kode etik advokat
Pelanggaran terhadap kode etik advokat akan ditangani oleh Dewan Kehormatan, yang merupakan lembaga pengawas internal profesi dan memiliki hak penuh untuk menerima, memeriksa, dan memutus pengaduan terhadap Advokat.
Sanksi yang dijatuhkan memiliki tujuan utama untuk menjaga integritas dan moralitas profesi, serta bersifat berjenjang, mulai dari teguran yang ringan hingga pemecatan permanen yang merupakan sanksi terberat.
Sanksi-sanksi tersebut, sesuai dengan kode etik advokat 2002 (yang berlaku sebagai acuan utama dalam penegakan etika Advokat di Indonesia), meliputi:
1. Peringatan Biasa
Peringatan biasa dijatuhkan untuk jenis pelanggaran minor yang terjadi berulang kali atau pelanggaran yang sedikit lebih serius.
Peringatan biasa adalah teguran tertulis resmi yang dicatat dalam rekam jejak profesional advokat, menandakan adanya ketidaksesuaian perilaku dengan standar etika profesi yang telah ditetapkan.
2. Peringatan Keras
Sanksi peringatan keras diberikan untuk jenis pelanggaran yang memiliki bobot lebih serius atau signifikan, yang berpotensi merusak citra profesi secara lebih luas.
Peringatan keras juga dapat dijatuhkan jika advokat yang bersangkutan ternyata mengulangi pelanggaran yang sama setelah sebelumnya pernah menerima peringatan biasa.
Sanksi ini menegaskan bahwa Dewan Kehormatan tidak mentolerir adanya pengulangan perilaku yang melanggar etika.
3. Pemberhentian Sementara dari Profesi
Apabila Advokat melakukan pelanggaran berat yang sangat merugikan klien, rekan sejawat, atau institusi peradilan, Dewan Kehormatan dapat menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara.
Sanksi ini melarang Advokat untuk berpraktik dan memberikan jasa hukum dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya berkisar antara 3 bulan hingga 1 tahun.
Selama masa ini, Advokat yang bersangkutan tidak diizinkan untuk mewakili klien atau bertindak atas nama profesi, sebagai bentuk hukuman dan masa introspeksi diri.
4. Pemberhentian Tetap (Pemecatan) dari Keanggotaan Organisasi Profesi
Pemberhentian tetap (pemecatan) adalah sanksi terberat yang dapat dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan.
Sanksi ini diterapkan untuk pelanggaran kode etik yang sangat fatal, serius, dan tidak dapat ditoleransi, seperti tindakan curang, manipulasi hukum yang masif, atau tindakan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.
Konsekuensi dari pemecatan ini adalah advokat kehilangan haknya secara permanen untuk berpraktik dan menggunakan gelar advokat, yang secara efektif mengakhiri karier profesionalnya di bidang hukum.
Baca Juga: 20 Prospek Kerja Ilmu Hukum Beserta Kisaran Gajinya
Siap Mengarungi Dunia Hukum? Cek Loker Terbaru Legal & Hukum di Dealls!
Memahami kode etik advokat adalah langkah awal yang krusial sebelum kamu memutuskan terjun ke profesi ini.
Jika kamu adalah calon advokat yang baru lulus, fresh graduate hukum, atau profesional hukum yang sedang mencari tantangan baru, pastikan kamu menemukan perusahaan atau kantor hukum yang menjunjung tinggi etika dan profesionalisme.
Jangan biarkan pencarian kerja kamu menjadi rumit. Gunakan platform pencarian kerja yang fokus dan terpercaya, seperti Dealls.
Deals menyediakan akses langsung ribuan lowongan kerja terbaru yang terverifikasi, baik untuk posisi advokat, loker legal, maupun posisi di bidang hukum lainnya.

Mulailah karier impianmu di bidang hukum. Kunjungi Dealls sekarang untuk melihat semua lowongan kerja legal dari berbagai industri lainnya!

Referensi:
KOMITE KERJA ADVOKAT INDONESIA. KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA
Harvard Law Review. PROVING BREACH OF FORMERCLIENT CONFIDENTIALITY.
Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4288.
