Dalam dunia kerja, memahami aturan jam kerja Disnaker sangat penting bagi karyawan dan HRD.
Apakah jam kerja lebih dari 40 jam seminggu diperbolehkan? 8 jam kerja termasuk istirahat atau tidak? Bagaimana dengan peraturan kerja 12 jam dan jumlah hari kerja dalam sebulan menurut Depnaker?
Semua pertanyaan ini diatur dalam UU Cipta Kerja tentang jam kerja yang harus dipatuhi oleh perusahaan.
Lantas, jam kerja mulai jam berapa, dan bagaimana penghitungan jam kerja dalam sebulan? Temukan jawabannya dalam panduan lengkap berikut!
Aturan Jam Kerja berdasarkan Regulasi Pemerintah
Perlu diketahui bahwa pengaturan ketenagakerjaan, termasuk jam kerja, bukan di bawah wewenang Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) di daerah, melainkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), yang sebelumnya dikenal sebagai Departemen Tenaga Kerja (Depnaker)
Aturan mengenai jam kerja karyawan diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang kemudian diperbarui melalui UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021.
Berdasarkan peraturan tersebut, terdapat dua pola jam kerja yang dapat diterapkan oleh perusahaan:
- Pola 6 hari kerja per minggu: Total 7 jam kerja per hari atau 40 jam per minggu, dengan hak istirahat mingguan selama 1 hari.
- Pola 5 hari kerja per minggu: Total 8 jam kerja per hari atau 40 jam per minggu, dengan hak istirahat mingguan selama 2 hari.
Jumlah hari kerja dalam sebulan tergantung pada pola yang diterapkan perusahaan. Untuk pola 5 hari kerja per minggu, hari kerja dalam sebulan biasanya berkisar antara 20 hingga 22 hari, tergantung pada jumlah hari libur nasional atau cuti bersama.
Sementara itu, untuk pola 6 hari kerja per minggu, hari kerja dalam sebulan biasanya berkisar antara 24 hingga 26 hari. Angka ini dapat berbeda tergantung pada kalender kerja perusahaan dan jadwal libur resmi.
Ketentuan Penyusunan Jadwal Shift Kerja Berdasarkan Regulasi Pemerintah
Pengaturan jadwal shift kerja tidak dijelaskan secara rinci dalam UU Ketenagakerjaan atau UU Cipta Kerja.
Namun, keberadaan sistem shift diakui dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP.233/MEN/2003, yang mengatur jenis pekerjaan yang harus beroperasi secara terus-menerus.
Sistem shift diperbolehkan pada sektor-sektor tertentu yang operasionalnya tidak dapat dihentikan, seperti:
- Fasilitas kesehatan
- Transportasi dan perbaikan sarana transportasi
- Industri pariwisata
- Layanan pos dan telekomunikasi
- Penyediaan listrik, air bersih, dan bahan bakar minyak-gas
- Pusat perbelanjaan, media massa, jasa pengamanan, dan lembaga pelestarian lingkungan
- Pekerjaan yang jika dihentikan dapat mengganggu proses produksi atau merusak bahan baku
Dalam penerapan sistem shift, perusahaan tetap wajib mematuhi batas maksimum jam kerja, yaitu 40 jam per minggu, serta memastikan waktu istirahat yang cukup.
Penyusunan jadwal shift menjadi wewenang perusahaan, tetapi durasi kerja per shift tidak boleh melebihi ketentuan harian (7 jam untuk pola 6 hari kerja atau 8 jam untuk pola 5 hari kerja), kecuali jika kelebihan jam tersebut diperhitungkan sebagai lembur (ada upah sebagai kompensasinya).
Baca Juga: Apa itu Lembur? - Pengertian, Jenis, dan Cara Menghitungnya!
Ketentuan Waktu Istirahat Kerja Berdasarkan Regulasi Pemerintah
Aturan mengenai waktu istirahat kerja diatur dalam Pasal 79 UU No. 13 Tahun 2003, yang telah diperbarui melalui UU Cipta Kerja. Terdapat dua jenis istirahat yang wajib diberikan kepada karyawan:
1. Waktu Istirahat selama Jam Kerja
Setiap karyawan berhak mendapatkan jeda istirahat selama minimal 30 menit setelah bekerja tanpa henti selama 4 jam. Waktu istirahat ini tidak termasuk dalam perhitungan jam kerja efektif.
2. Waktu Istirahat Mingguan:
Pada pola mingguan waktu istirahat pekerja diatur sebagai berikut:
- 1 hari penuh untuk pola 6 hari kerja per minggu.
- 2 hari penuh untuk pola 5 hari kerja per minggu.
Perusahaan dapat menentukan waktu istirahat selama jam kerja sesuai kebutuhan operasional, misalnya dengan menetapkan jeda makan siang (contoh: pukul 12.00–13.00).
Namun, pemberian waktu istirahat ini bersifat wajib dan tidak boleh mengurangi hak karyawan atas jam kerja normal.
Ketentuan Kerja Lembur Berdasarkan Regulasi Pemerintah
Aturan mengenai kerja lembur diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang telah mengalami perubahan melalui UU Cipta Kerja dan diatur lebih rinci dalam PP No. 35 Tahun 2021.
Berikut adalah poin-poin penting dari ketentuan terbaru:
- Durasi maksimum lembur: Pekerja dapat bekerja lembur maksimal 4 jam per hari dan 18 jam per minggu, tidak termasuk lembur pada hari istirahat mingguan atau hari libur resmi.
- Persetujuan karyawan: Pelaksanaan kerja lembur harus mendapat persetujuan dari karyawan, baik secara tertulis maupun melalui sarana digital.
- Dokumen administrasi lembur: Perusahaan wajib menyusun daftar pelaksanaan kerja lembur, yang mencakup nama karyawan dan durasi lembur yang dilakukan.
- Kompensasi upah:
- Untuk jam lembur pertama, upah yang diberikan minimal 1,5 kali upah per jam kerja normal.
- Untuk jam lembur berikutnya, upah yang diberikan minimal 2 kali upah per jam kerja normal.
- Jika lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan atau hari libur resmi, upah yang diberikan lebih tinggi (contoh: minimal 2 kali upah per jam untuk jam pertama hingga ketujuh, dan seterusnya).
- Fasilitas tambahan: Jika lembur berlangsung selama 4 jam atau lebih, perusahaan wajib menyediakan makanan dan minuman dengan kandungan kalori minimal 1.400 KKal, dan fasilitas ini tidak dapat diganti dengan uang.
- Jam kerja melebihi 40 jam per minggu: Perusahaan diperbolehkan menerapkan jam kerja lebih dari 40 jam per minggu, asalkan kelebihan jam tersebut dianggap sebagai lembur dan dibayar dengan upah lembur sesuai ketentuan yang berlaku.
Perubahan aturan ini (dari sebelumnya maksimal 3 jam per hari dan 14 jam per minggu) memberikan fleksibilitas lebih kepada perusahaan, tetapi tetap menekankan perlindungan terhadap kesejahteraan karyawan melalui kompensasi yang layak.
Ketentuan Jam Kerja Khusus
Selain ketentuan umum, terdapat pula pengaturan jam kerja khusus yang memungkinkan durasi kerja lebih pendek atau lebih panjang dari standar, sebagaimana diatur dalam PP No. 35 Tahun 2021 Pasal 23 dan peraturan menteri terkait. Berikut penjelasannya:
1. Jam kerja lebih pendek dari ketentuan umum
Jam kerja lebih pendek berlaku untuk pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 7 jam per hari dan 35 jam per minggu.
Perusahaan yang menerapkan jam kerja ini pola kerjanya fleksibel dan tidak terikat pada lokasi kerja utama.
Contoh: Pekerjaan berbasis proyek atau pekerja lepas yang tidak memerlukan kehadiran penuh di kantor.
2. Jam kerja lebih panjang dari ketentuan umum:
Jam kerja lebih panjang berlaku untuk sektor tertentu, seperti energi dan sumber daya mineral, pertambangan, dan perikanan, yang operasionalnya dilakukan di lokasi terpencil atau lepas pantai untuk periode tertentu.
Contoh pengaturan khusus:
- Sektor energi dan sumber daya mineral (Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP.234/MEN/2003): Pola kerja dapat mencapai 9 jam per hari dan maksimal 45 jam dalam 5 hari kerja, atau periode kerja maksimum 10 minggu berturut-turut diikuti oleh 2 minggu istirahat.
- Sektor pertambangan (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.15/MEN/VII/2005): Sama seperti sektor energi, dengan periode kerja maksimum 10 minggu berturut-turut dan 2 minggu istirahat.
- Sektor perikanan (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-11/MEN/VII/2010): Pola kerja dapat menggunakan skema 3 minggu atau 4 minggu berturut-turut, dengan durasi kerja maksimal 12 jam per hari.
Kelebihan jam kerja di sektor ini tetap harus diperhitungkan sebagai lembur dan diberikan kompensasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Pertanyaan Umum (FAQ) tentang Aturan Jam Kerja
1. Apakah durasi kerja 8 jam sudah mencakup waktu istirahat?
Tidak, durasi kerja 8 jam sehari tidak mencakup waktu istirahat. Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 dan UU Cipta Kerja, karyawan berhak mendapatkan jeda istirahat selama minimal 30 menit setelah bekerja tanpa henti selama 4 jam, dan waktu istirahat ini tidak dihitung dalam jam kerja efektif.
Sebagai contoh, jika karyawan bekerja dari pukul 08.00 hingga 17.00 (total 9 jam), maka 1 jam di antaranya adalah waktu istirahat, sehingga durasi kerja efektif tetap 8 jam.
2. Apakah bekerja selama 12 jam sehari diperbolehkan?
Tidak, bekerja selama 12 jam sehari tidak diperbolehkan karena melanggar batas maksimum jam kerja dan lembur.
Menurut UU Cipta Kerja dan PP No. 35 Tahun 2021, jam kerja normal adalah 8 jam per hari (untuk pola 5 hari kerja) atau 7 jam per hari (untuk pola 6 hari kerja), dengan tambahan maksimum lembur 4 jam per hari.
Dengan demikian, total durasi kerja harian maksimal adalah 12 jam (8 jam normal + 4 jam lembur).
Namun, ini hanya diperbolehkan dengan persetujuan karyawan, pembayaran upah lembur, dan penyediaan fasilitas seperti makanan dan minuman. Jadi, bekerja 12 jam tanpa memenuhi ketentuan lembur merupakan pelanggaran hukum.
Baca juga: 6 Aturan Pekerja Harian Lepas yang Wajib Kamu Tahu, Catat!
Memahami ketentuan jam kerja, shift, istirahat, lembur, dan jam kerja khusus sangat penting bagi perusahaan untuk mematuhi regulasi pemerintah sekaligus menjaga kesejahteraan karyawan.
Bagi kamu yang bertugas sebagai HRD, penting untuk terus memantau perkembangan regulasi terbaru guna mengelola tenaga kerja secara optimal.
Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan rekrutmen perusahaan kamu, manfaatkan layanan Dealls untuk memasang lowongan kerja gratis. Segera kunjungi Dealls dan temukan kandidat terbaik untuk memperkuat tim kamu!
Sumber: