Apa Itu Workaholic? Pahami Pengertian, Ciri, dan Dampaknya!

Workaholic adalah orang yang memiliki ketergantungan berlebihan pada pekerjaan. Ini tanda-tanda, dampak negatif, dan cara mengatasinya!

Dealls
Ditulis oleh
Dealls March 02, 2025

Di era modern, bekerja keras sering kali dianggap sebagai kunci kesuksesan. Banyak orang merasa bangga saat menghabiskan lebih banyak waktu untuk bekerja. 

Namun, apakah dedikasi ini selalu berdampak positif? Jika pekerjaan mulai menguasai pikiran dan mengorbankan aspek lain dalam hidup, bisa jadi itu tanda-tanda workaholism.

Pernah dengar istilah workaholic? Sebenarnya, apa itu workaholic? Simak artikel berikut untuk memahami pengertiannya!

Apa Itu Workaholic?

Workaholic adalah seseorang yang memiliki ketergantungan berlebihan terhadap pekerjaan. Nah, aktivitas atau perilaku ketergantungan terhadap pekerjaan disebut workaholism

Seorang workaholic bukan sekadar karena tuntutan karier, tetapi karena dorongan internal yang sulit dikendalikan. Mereka terus memikirkan pekerjaan, bahkan di luar jam kerja, dan sering merasa bersalah atau cemas jika tidak bekerja. 

Jika dibiarkan, kondisi ini dapat berdampak buruk pada kesehatan mental, hubungan sosial, dan keseimbangan hidup.

Tanda-Tanda Workaholism

Penelitian membuktikan bahwa workaholism bukan sekadar kebiasaan bekerja terlalu keras, tetapi merupakan sindrom kombinasi beberapa faktor yang saling berkaitan (Aziz & Zickar, 2006).

Ada tiga aspek utama yang membentuk workaholismperilaku, pikiran, dan emosi. Setiap aspek ini berperan dalam menentukan apakah seseorang hanya berdedikasi pada pekerjaannya atau sudah masuk dalam kategori workaholic

Lalu, bagaimana cara mengenali apakah kamu termasuk dalam kategori ini? Yuk, pahami lebih dalam tentang tanda-tanda workaholism berikut ini!

1. Dimensi Perilaku (Behavioural Dimension)

Dimensi ini berkaitan dengan kebiasaan kerja seseorang. Ada dua tanda utama yang dapat dikenali:

  • Terlalu banyak bekerja: bekerja lebih dari 50 jam per minggu.
  • Kurangnya keseimbangan hidup: memiliki sedikit waktu untuk hiburan, keluarga, atau aktivitas sosial.

Jika pekerjaan menghabiskan hampir seluruh waktu dan energi seseorang, ini bisa menjadi tanda workaholism. Tanpa disadari, kebiasaan ini dapat berdampak negatif pada kehidupan pribadi dan kesehatan mental.

2. Dimensi Pikiran (Cognitive Dimension)

Dimensi ini menggambarkan bagaimana seseorang terus memikirkan pekerjaannya, bahkan saat sedang tidak bekerja. Beberapa tanda yang umum terlihat antara lain:

  • Obsesi terhadap pekerjaan: sulit berhenti memikirkan pekerjaan.
  • Merasa bersalah jika tidak bekerja: cemas atau tidak nyaman saat tidak produktif.
  • Dorongan kuat untuk bekerja tanpa alasan jelas: bukan karena butuh uang atau diperintah atasan, tetapi karena ada dorongan batin.
  • Kesulitan mengendalikan jam kerja: merasa "terjebak" dalam pekerjaan tanpa bisa mengurangi beban kerja.

Orang dengan workaholism tinggi sering kali mengalami kesulitan untuk benar-benar "beristirahat" dari pekerjaan, bahkan di luar jam kerja.

3. Dimensi Emosi (Affective Dimension)

Dimensi ini menggambarkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ada dua sisi yang dapat muncul:

  • Menikmati pekerjaan: merasa senang, bersemangat, dan puas saat bekerja.
  • Merasa cemas atau tertekan saat tidak bekerja: bisa merasa bersalah atau bahkan depresi jika tidak bekerja.

Tidak semua workaholic menikmati pekerjaannya. Beberapa merasa senang dan bersemangat, sementara yang lain justru merasa terbebani dan tertekan.

Hubungan Antar Dimensi Workaholism

Penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara ketiga dimensi ini tidak selalu sama bagi setiap orang.

Semakin terobsesi seseorang terhadap pekerjaannya, semakin kecil kemungkinan ia benar-benar menikmatinya. Namun, bekerja dalam waktu lama tidak selalu berarti seseorang bahagia atau menderita dengan pekerjaannya.

Baca juga: Apa Itu Hustle Culture? Ciri-Ciri dan Dampaknya bagi Kesehatan Mental 

Tingkat Workaholic

Menurut Malinowska, Diana & Tokarz, Aleksandra (2014) workaholic terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu fungsional dan disfungsional. Perbedaannya terletak pada bagaimana mereka menilai kualitas hidupnya.

1. Workaholic Fungsional (Partially Satisfied Workaholic)

Kelompok ini sangat mencintai pekerjaannya dan terlibat penuh dalam setiap tugas yang dikerjakan. Mereka merasa senang dengan pekerjaan yang dilakukan, tetapi masih bisa mengatur perasaan mereka dengan baik.

Mereka tidak merasa terpaksa bekerja dan tidak mengalami rasa bersalah saat sedang tidak bekerja. 

Namun, ada satu hal yang menjadi perhatian: mereka kurang puas dengan kehidupan di luar pekerjaan. Hubungan dengan keluarga, kondisi keuangan, atau bahkan kesehatan mereka seringkali terabaikan.

Meskipun belum berada di tahap kecanduan kerja yang serius, kelompok ini berisiko mengalami dampak negatif jika tidak segera menemukan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

2. Workaholic Disfungsional (Dissatisfied Workaholic)

Berbeda dengan kelompok sebelumnya, kelompok ini menunjukkan tanda-tanda kecanduan kerja yang lebih serius. 

Mereka memiliki obsesi yang sangat tinggi terhadap pekerjaan dan merasa terus-menerus harus bekerja, bahkan tanpa alasan eksternal seperti tuntutan atasan atau kebutuhan finansial.

Mereka sulit mengendalikan kebiasaan kerja dan sering merasa bersalah jika tidak produktif. Akibatnya, kualitas hidup mereka menurun. 

Mereka kurang puas dengan kehidupan secara keseluruhan, mengalami stres berkepanjangan, dan bahkan menghadapi masalah kesehatan mental serta fisik.

Dampak Negatif Menjadi Workaholic

Bekerja keras memang penting, tetapi bekerja tanpa batas justru bisa membawa dampak negatif yang serius. 

Jika tidak dikendalikan, kebiasaan ini bisa mengganggu kesehatan, hubungan sosial, dan bahkan produktivitas kerja.

1. Kesehatan Fisik dan Mental

Menjadi workaholic dapat meningkatkan tingkat stres yang berlebihan, yang berisiko memicu gangguan kecemasan dan depresi. 

Selain itu, kebiasaan bekerja terlalu lama tanpa istirahat dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan meningkatkan risiko penyakit jantung.

Kurangnya waktu untuk beristirahat juga dapat menyebabkan gangguan tidur, seperti insomnia. Akibatnya, tubuh menjadi lebih rentan terhadap berbagai masalah kesehatan yang bisa mengganggu performa kerja dalam jangka panjang.

2. Kehidupan Sosial dan Keluarga

Ketika seseorang terlalu fokus pada pekerjaan, hubungan dengan pasangan, anak, dan teman bisa menjadi renggang. Waktu berkualitas bersama orang-orang terdekat semakin berkurang, sehingga komunikasi dan kedekatan emosional pun melemah.

Bagi mereka yang sudah memiliki keluarga, menjadi workaholic juga berdampak pada anak-anak. Mereka bisa merasa kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua yang selalu sibuk dengan pekerjaan.

3. Produktivitas Kerja

Banyak orang berpikir bahwa bekerja lebih lama akan meningkatkan produktivitas. Padahal, sebaliknya, terlalu banyak bekerja justru bisa menurunkan performa.

Tanpa istirahat yang cukup, kreativitas menurun, dan pekerjaan bisa terasa monoton. Ini juga meningkatkan risiko kejenuhan atau burnout, yang membuat seseorang semakin sulit untuk fokus dan bekerja dengan maksimal.

Cara Mengatasi Kebiasaan Workaholic

Jika kamu mulai menyadari tanda-tanda workaholic dalam dirimu, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasinya:

1. Tetapkan Batasan Jam Kerja

Menentukan jam kerja yang jelas sangat penting agar tidak terjebak dalam siklus kerja tanpa akhir. Pastikan untuk menetapkan batas waktu kerja dan benar-benar mematuhinya.

Sebisa mungkin, hindari membawa pekerjaan ke rumah, kecuali dalam situasi mendesak. Memberikan waktu untuk diri sendiri dan keluarga akan membantu menciptakan keseimbangan yang lebih baik.

2. Prioritaskan Kesehatan dan Istirahat

Kesehatan harus selalu menjadi prioritas utama. Pastikan tubuh mendapatkan istirahat yang cukup dengan tidur yang berkualitas setiap malam.

Selain itu, luangkan waktu untuk olahraga dan aktivitas yang menenangkan, seperti meditasi atau yoga. Kebiasaan ini bisa membantu mengurangi stres dan menjaga kesehatan fisik maupun mental.

3. Kelola Waktu dengan Baik

Menggunakan metode manajemen waktu seperti Pomodoro Technique dapat membantu meningkatkan efisiensi kerja tanpa harus bekerja terlalu lama. Dengan teknik ini, kamu bisa bekerja dalam sesi yang lebih fokus, lalu mengambil jeda untuk beristirahat sejenak.

Selain itu, membuat daftar prioritas juga bisa membantu agar pekerjaan lebih terstruktur dan tidak menumpuk. Dengan cara ini, kamu dapat bekerja lebih efektif tanpa merasa kewalahan.

Kamu dapat menggunakan tools Life at untuk membantumu mengatur to do list dan bekerja dengan teknik pomodoro.
workaholic-1.jpg

4. Bangun Kehidupan Sosial yang Sehat

Jangan biarkan pekerjaan mengorbankan kehidupan sosial. Luangkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan teman tanpa gangguan dari pekerjaan.

Selain itu, mencari hobi di luar pekerjaan juga dapat membantu menyeimbangkan hidup. Melakukan aktivitas yang menyenangkan di luar pekerjaan bisa memberikan energi positif dan mengurangi stres.

5. Minta Dukungan Jika Diperlukan

Jika beban kerja terasa terlalu berat, jangan ragu untuk berdiskusi dengan rekan kerja atau atasan. Berbagi masalah bisa membantu menemukan solusi yang lebih baik.

Jika merasa sulit mengendalikan kebiasaan kerja yang berlebihan, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan profesional, seperti psikolog atau konselor. Mereka bisa memberikan panduan yang tepat untuk mengelola stres dan mencapai keseimbangan hidup yang lebih baik.

Baca juga: 11 Cara Mengatasi Burnout Kerja pada Karyawan secara Efektif 

Menjaga Keseimbangan: Kunci Hidup Sehat dan Bahagia

Memahami apa itu workaholic dan dampaknya akan membantumu menemukan keseimbangan antara karir dan kehidupan pribadi. 

Ingat, bekerja keras itu baik, tetapi bekerja cerdas lebih penting! Pastikan kamu tetap menjaga kesehatan dan kebahagiaan di luar pekerjaan.

Ingin bekerja di perusahaan yang peduli dengan keseimbangan hidup dan kerja? Yuk, temukan peluang karier terbaik di Dealls dan mulai perjalanan profesionalmu sekarang! 

Sumber:

Aziz, S. & Zickar, N. J. (2006). A cluster analysis investigation of workaholism as a syndrome. Journal of Occupational Health Psychology, 11, 52-62.

Malinowska, Diana & Tokarz, Aleksandra. (2014). The Structure of Workaholism and Types of Workaholic. Polish Psychological Bulletin. 45. 211-222. 10.2478/ppb-2014-0027. 

Tips Pengembangan Karir
Bagikan

Lamar ke Lowongan Kerja Terbaru Setiap Harinya