Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tengah menjadi perhatian sekaligus kecaman publik.
Dilansir dari CNN Indonesia, seluruh fraksi di DPR—sebanyak delapan fraksi—telah menyetujui RUU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk dibawa ke rapat paripurna dan disahkan menjadi undang-undang.
Keputusan ini diambil dalam rapat pleno Panitia Kerja (Panja) RUU TNI yang digelar di kompleks parlemen pada Selasa (18/3).
Sejak mulai dibahas oleh DPR dan pemerintah, RUU TNI terus memicu kontroversi. Beberapa pasalnya dianggap bermasalah karena berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dalam pemerintahan sipil.
Hingga kini, pembahasan masih berlanjut dan RUU TNI tinggal selangkah lagi menuju pengesahan.
Dengan rencana DPR yang ingin segera membawa RUU ini ke paripurna, masyarakat pun bertanya-tanya: Bagaimana dampak RUU TNI jika disahkan? Mengapa banyak pihak menolaknya? Simak penjelasan lengkapnya di artikel ini!
RUU TNI tentang Apa?

RUU TNI isinya apa? Ada 3 poin penting dalam RUU TNI, simak penjelasannya berikut.
1. TNI Bisa Masuk Jabatan Publik
Sebelumnya, Pasal 47 Ayat (2) UU TNI menetapkan bahwa prajurit aktif tidak boleh menduduki jabatan di kementerian atau lembaga sipil kecuali telah mengundurkan diri atau pensiun.
Namun, dalam RUU TNI terbaru, perwira TNI aktif diperbolehkan menempati posisi di 16 kementerian/lembaga (K/L).
Hal ini memicu kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi ABRI seperti yang pernah terjadi di masa lalu.
Berikut daftar kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif:
- Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam)
- Kementerian Pertahanan Negara (Kemhan)
- Sekretariat Militer Presiden (Setmilpres)
- Badan Intelijen Negara (BIN)
- Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
- Lembaga Sandi Negara (Lemhannas)
- Dewan Pertahanan Nasional (DPN)
- SAR Nasional
- Badan Narkotika Nasional (BNN)
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
- Badan Keamanan Laut (Bakamla)
- Kejaksaan Agung
- Mahkamah Agung
- Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
2. Batas Usia Pensiun
Sesuai Pasal 43 UU TNI, batas usia pensiun bagi bintara dan tamtama saat ini adalah 53 tahun, sedangkan untuk perwira adalah 58 tahun.
Dalam RUU TNI terbaru, batas usia pensiun diusulkan mengalami perubahan.
Bintara dan tamtama dapat pensiun di usia 55 tahun, sementara perwira memiliki batas usia pensiun yang bervariasi antara 58 hingga 62 tahun, tergantung pangkatnya. Khusus perwira bintang 4, usia pensiun dapat disesuaikan dengan kebijakan presiden.
Perpanjangan usia pensiun ini menimbulkan kekhawatiran terkait regenerasi dan profesionalisme di tubuh TNI.
3. Kedudukan TNI di Bawah Kemenhan
RUU TNI mengusulkan agar kedudukan TNI berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Selain itu, RUU ini juga memperluas cakupan operasi militer selain perang (OMSP), yang dikhawatirkan dapat tumpang tindih dengan peran institusi sipil.
Hal ini memicu perdebatan mengenai batas kewenangan TNI dalam ranah non-pertahanan dan potensi pelanggaran prinsip supremasi sipil dalam sistem demokrasi.
Polemik RUU TNI
Berikut kronologi dan berbagai kontroversi yang muncul dalam Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).
Rapat Tertutup di Hotel Fairmont

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) memicu kontroversi sejak rapat tertutup Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI terendus publik.
Pemilihan lokasi rapat di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 14–15 Maret 2025, menjadi sorotan tajam.
Banyak pihak mempertanyakan mengapa diskusi penting mengenai revisi UU TNI dilakukan di hotel bintang lima, bukan di gedung DPR yang lebih mencerminkan transparansi dan akuntabilitas.
Ketertutupan ini bertentangan dengan asas keterbukaan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011.
Koalisi masyarakat sipil menilai rapat tersebut tidak hanya tertutup, tetapi juga menghambat akses informasi bagi publik.
Dilansir dari Tempo, sejumlah organisasi langsung mendatangi lokasi rapat untuk menyampaikan protes, termasuk Ketua Divisi Hukum KontraS, Andrie Yunus.
Ia mempertanyakan alasan DPR dan pemerintah menggelar rapat secara tertutup dan tidak memberikan akses bagi jurnalis untuk meliput jalannya pembahasan.
Jika DPR sejak awal berkomitmen pada transparansi, seharusnya pembahasan dilakukan secara terbuka dengan melibatkan jurnalis dan organisasi masyarakat sipil.
Andrie menegaskan keterbukaan ini penting agar publik mengetahui pihak-pihak yang mendukung maupun menolak pasal-pasal dalam RUU TNI.
Kurangnya transparansi dalam pembahasan di Fairmont semakin memperkuat dugaan bahwa ada agenda tersembunyi di balik revisi UU ini.
Respons Publik dan Media Sosial
Pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont memicu reaksi keras di media sosial, dengan tagar #TolakRUUTNI menjadi trending topic.
Sejumlah figur publik pun turut menggemakan tagar tersebut. Di antaranya adalah komedian sekaligus produser film Ernest Prakasa.
“Saya pernah ada di sana.. Saya tidak ingin kembali #TolakRUUTNI,” tulisnya dalam unggahan akun X pribadi @ernestprakasa.
Penyanyi Baskara Putra atau Hindia turut bersuara dengan membuat unggahan, “You pass the law, we start the war (Anda loloskan undang-undang, kami mulai perang).”
Dia juga menampilkan kalimat tersebut sebagai visual panggung saat tampil di hadapan penggemarnya disertai dengan tagar tolak RUU TNI.
Tidak hanya di media sosial, penolakan juga datang dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan masyarakat sipil.
Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, secara tegas menyatakan bahwa revisi UU TNI berpotensi menghidupkan kembali otoritarianisme Orde Baru dengan memperkuat peran militer di ranah sipil.
Kritik serupa juga disampaikan pakar hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran, yang menyoroti indikasi “abusive law making” dalam proses revisi ini.
Jika indikasi tersebut terbukti, revisi UU TNI harus dibatalkan demi menjaga prinsip demokrasi dan supremasi hukum.
Masyarakat sipil pun aktif menggalang petisi daring sebagai bentuk perlawanan.
Mereka khawatir revisi ini dapat mengembalikan dwifungsi militer, yang pernah memberikan TNI peran ganda dalam pertahanan dan politik.
Tanggapan DPR dan Langkah Selanjutnya
Meskipun gelombang penolakan terus meluas, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan pembahasan.
RUU TNI dijadwalkan dibawa ke rapat paripurna dalam waktu dekat.
Rapat paripurna tersebut dijadwalkan berlangsung pada Kamis, 20 Maret 2025 mendatang.
Di sisi lain, presiden Prabowo Subianto belum memberikan tanggapan resmi terkait polemik Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).
Dilansir dari Kompas TV, saat ditanya oleh media mengenai isu tersebut, Prabowo hanya melambaikan tangan dan mengacungkan jempol tanpa memberikan komentar.
Pernyataan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas justru terdengar tidak masuk akal karena ia menegaskan bahwa revisi UU TNI bukanlah permintaan Presiden Prabowo, melainkan inisiatif DPR.
Kenapa RUU TNI Ditolak dan Apa Dampaknya?
Revisi Undang-Undang TNI menuai kritik tajam dari para pengamat, akademisi, dan aktivis hak asasi manusia.
Mereka menilai bahwa perubahan ini dapat mengembalikan pengaruh militer dalam urusan sipil, mengancam supremasi sipil, serta merusak profesionalisme TNI.
Kekhawatiran utama terletak pada potensi kembalinya praktik dwifungsi ABRI yang pernah dominan di era Orde Baru.
RUU ini juga dinilai tidak memiliki urgensi yang jelas dan berisiko melemahkan reformasi TNI yang telah berjalan sejak 1998.
Berikut beberapa alasan dan dampak utama jika revisi UU TNI disahkan dan terjadi dwifungsi TNI dilansir dari Tirto.
- Potensi penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia akan bertambah.
- Tugas utama TNI sebagai lembaga pertahanan negara bisa tersisihkan karena ikut terjun dalam pemerintahan.
- Pemerintah akan sangat tergantung dengan militer. Hal ini bisa menimbulkan sikap militer yang memegang senjata semakin otoriter karena diberi kekuasaan.
- Keterlibatan militer dalam politik dan pemerintahan bertentangan dengan prinsip demokrasi. Warga sipil akan lebih sedikit yang menempati jabatan dalam pemerintahan karena banyak diisi oleh militer.
Baca Juga: Apa Itu Tren #KaburAjaDulu? Ini Peluang Kerja di Luar Negeri!
Demikian penjelasan mengenai polemik RUU TNI, mulai dari isi rancangan, kontroversi yang muncul, hingga alasan penolakan dari berbagai pihak.
Di tengah perdebatan tentang keterlibatan militer dalam jabatan sipil, banyak lulusan dan profesional tetap harus bersaing dalam dunia kerja.
Nah, jika kamu sedang mencari peluang karier di sektor swasta, Dealls menyediakan lebih dari 2.000 lowongan kerja terbaru dari berbagai perusahaan ternama di Indonesia.
Ada juga pilihan kerja remote dan hybrid yang bisa kamu coba!
Agar peluang diterima semakin besar, manfaatkan mentoring gratis dengan career mentor profesional serta optimalkan CV-mu dengan CV ATS Checker dari Dealls.
Jangan lewatkan kesempatan membangun karier impianmu. Cari kerja lebih mudah hanya di Dealls!